Tidak nyaman dengan mertua saya

Halo, aku ingin dapat masukan ttg bagaimana caraku bersikap. Dalam 6 thn pernikahanku, beberapa bulan ini aku, suami dan anakku hidup bersama kedua mertuaku. Suamiku adalah anak tunggal. Sehingga di usia yang semakin senja, kami memang punya keinginan untuk membersamai mereka.

Dalam enam tahun belakangan memang tidak terjadi hal yang krusial karena kami masih bolak balik ke kota tempat tinggal kami. Namun setelah beberapa bulan ini, saya semakin tidak nyaman dengan ibu mertua saya. Cerita ini mungkin hanya sebagai curahan hati karena saya merasa butuh ada yang mendengarkan. Ibu mertua saya adalah orang yang jarang sekali bertetangga, namun yang membuat saya merasa tidak nyaman adalah saya setiap saya ingin duduk bersama beliau, cerita-cerita tidak mengenakan mulai saya dengar.

Suatu kali, selama setahun ini, seorang keluarga yang baru pindah di dekat rumah sering sekali kami temui. Karena bersama istri saudara suami saya itu juga orang perantauan seperti saya. Maka kami merasa satu frekuensi. Saling menyemangati dan menguatkan. Karena kebiasaan kami di rumah orang tua adalah berkumpul dengan keluarga lainnya. Sangat beketerbalikan dengan keluarga suami.

Singkat cerita, ibu mertua saya bercerita kepada saya bahwa bapak mertua saya marah karena saya sering mengunjungi saudara mereka itu. Saya kaget. Karena baru kali ini saya dilarang untuk bertemu dengan keluarga sendiri. Saya makin merasa tidak nyaman karena beliau membuat cerita seolah-olah yang saya lakukan selama ini tidak baik. Akhirnya saya mengkonfirmasi cerita ibu mertua dengan suami. Dan suami saya menenangkan saya. Mengatakan bahwa ibu mertua memang terlalu banyak berimajinasi. Saya paham. Saya tidak tahu letak salahnya dimana. Toh saat saya bersama saudara(sepupu) suami saya itu, kami juga tidak berulah. Saya tipikal orang yang tidak suka menghakimi orang lain.

Namun mengetahuinya kebohongan ibu mertua saya. Membuat saya lebih banyak menarik diri dari orang-orang di rumah suami saya itu. Bukan kenapa². Tapi saya malu. Saya menganggap diri saya sebagai trouble maker. Saya sampai menangis dan bertanya kepada suami saya. Apakah silaturahim saya itu sebuah aib? Sampai ibu bertua berbicara seperti itu?

Saya disini bukanlah orang yang merasa lebih baik. Saya tetap ada celah. Namun sampai sekarang masih jadi pertanyaan saya. Kenapa mesti melarang saya pergi ke rumah saudara mereka sampai harus membuat cerita buruk tentang mereka?

Terima kasih sudah mendengarkan cerita saya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *