Cerita ini berawal dr sebuah kebahagiaan karena di awal pernikahan saya dan istri saya di anugerahi kabar baik yaitu akan hadir nya seorang anak di sebuah keluarga kecil ku. Saya begitu bahagia sangat amat bahagia karena saya akan menjadi seorang ayah hari berganti bulan begitu indah saya jalani seakan tidak akan ada ujung nya sebuah kebahagiaan ini namun itu juga sebuah ujian untuk saya selaku kepala rumah tangga yang dipercaya untuk mengambil sebuah keputusan….
3 bulan di umur calon bayi saya ada sebuah kelainan yang menyebabkan bayi saya mengalami gagal jantung tak berkembang namun sang calon bayiku ini seakan belum menyerah dan ingin survive untuk terus berkembang dan berjuang untuk hidup. Saya dan istri pergi ke berbagai dokter agar demi keadaan ini membaik dan tak memburuk sampai dimana ujian itu hadir di hadapan saya.
Saya seakan diberikan 2 pilihan ya dan tidak. Ada sebuah pernyataan dimana seakan memaksa saya untuk bilang “ya” sebuah pernyataan dimana hati, akal, dan hati kecil saya berkecamuk mencari sebuah jalan keluar. Pernyataan itu adalah jika memang saya memaksakan untuk tetap dilahirkan anak ku akan mengalami 2 hal umur nya pendek atau meninggal saat ia keluar karena jantung yang tak berkembang ini…
Hati kecil saya berkata biarkan saja anakmu masih ingin berjuang dan ingin melihat dunia walau hanya sekejap saja tapi semua itu tak mudah untuk bilang itu keadaan dan semua pembicaraan rapat keluarga besar ini seakan mengarahkan saya untuk merelakan sang buah hati dan penyesalan itu ada sampai di 5 tahun pernikahan saya saat ini. Yaitu saat saya melihat sebuah serpihan-serpihan sang buah hati saya terus di hantui rasa menyesal karena melepaskan nya begitu saja, tanpa sebuah kata, tanpa sebuah tatapan, sangat begitu perih dan menusuk dada ini sesak yang benar benar sesak. Menyelimuti ketika ada bayangan bagaimana apa yang di alami sang calon buah hatiku saat itu seakan diri ku ini adalah seorang ayah yang membunuh anak nya sendiri. Jika seandai nya ada sebuah lampu ajaib saya akan meminta untuk dipertemukan dengan nya agar saya bisa melepaskan dengan sebuah kata dan sentuhan, tapi itu hanya lah khayalan saja.
Walaupun sampai saat ini saya pandai menutupi penyesalan saya ini ke semua keluarga saya, termasuk istri, saya tetap saja penyesalan ini membuat saya semakin depresi dan menjadikan saya seperti orang gila yang terus melarikan diri dari kenyataan dengan minuman keras setiap saat. Karena saya sudah coba mendekatkan diri ke Tuhan tetap rasa ini tak terobati. Seakan akan minuman itu dpt membuat saya tenang walaupun hanya sebentar saja, seakan saya merasa di pelukan anak ku tapi untuk saat ini detik dimana saya mengetik ini minuman ini sudah tak bisa menutupi itu saya selalu menangis di saat semua orang tertidur pulas setidak nya sedikit rasa ini terobati setelah saya mengetik ini.