Apakah Saya mengalami bipolar?

Halo nama saya Widya, 20 tahun. Saya saat ini seorang mahasiswi semester 3. Cerita ini bermula ketika ibu saya tiba-tiba terkena struk ringan. Semua anggota badan sebelah kiri lemas tidak bisa digerakan dan semua yang ingin dia lakukan harus ada yang membantu. Kejadiannya tepat dengan adanya pandemi ini. Disisi lain saya merasa sedikit beruntung bahwa aktivitas perkuliahan dilakukan di rumah jadi saya bisa menjaga ibu. Kebetulan ibu saya juga seorang guru jadi dia tidak perlu mengajar seperti biasa.
Saya sangat diandalkan menggantikan tugas ibu di rumah. Karena kaka saya sudah menikah dan tidak mungkin menggantikan saya. Awalnya saya sangat bersemangat dan penuh harapan agar ibu saya cepat sembuh. Perlu diketahui saya orangnya mudah tersinggung, dan tidak suka disuruh-suruh. Saya ingin melakukan semuanya sendiri tanpa disuruh. Ketika ibu saya sudah agak membaik, saya suka kesal sendiri ketika dia melakukan pekerjaan rumah tanpa sepengetahuan saya. Saya ingin dia beristirahat dan jangan melakukan apapun. Dia merasa kasihan pada saya jadi dia membantu. Tapi itu membuat saya kesal. Dan ibuku juga belum sembuh sepenuhnya dan itu berlangsung sangat lama hampir 6 bulan. Itu juga membuat sya kesal dan sedih. Tapi dengan selalu bersama orang tua selama pandemi ini. Saya merasa lebih sayang pada mereka. Menjadi lebih sering berkomunikasi.
Lama-lama saya menjadi banyak berfikir, menangis, marah, kesal dan juga mudah tersinggung. Meskipun saya tahu itu bukan hal besar. Tapi saya mudah sekali marah. Dan itu membuat saya kesal pada diri sendiri. Saya merasa bersalah pada orang tua saya yang harus menyaksikan saya seperti ini dalam situasi seperti ini pula. Mengapa saya menjadi seperti ini. Perasaan saya pun bisa berubah-ubah setiap hari nya.
Pernah suatu hari emosi saya meluap. Saya menceritakan apa yang saya rasakan selama ini. Bahwa saya depresi. Dan saya tidak tahu alasannya. Dan apa yang mereka katakan membuat tangisan saya semakin menjadi. Mereka berpikir saya mudah menangis tanpa tahu penyebabnya dan itu membuat mereka pusing. Menyuruh saya untuk lebih banyak mendekatkan diri pada Tuhan. Padahal saya tidak pernah meninggalkan solat 5 waktu. Saya sering berdoa setiap waktu. Waktu itu saya menangis sejadi-jadinya dihadapan mereka. Merasa tidak ada yang mengerti saya. Dan akhirnya mereka mengalah, menenangkan saya dan setelah kejadian itu saya mulai membaik. Tidak pernah merasakan sedih, kesal dan sebagainya lagi.
Tapi sekarang, ketika saya menulis ini. Saya kembali seperti dulu. Orang tua saya protektif sekali. Untuk beberapa alasan saya merasa keluarga saya berbeda dari yang lain. Saya tau mereka sangat sayang pada saya. Tapi cara mereka menyayangi saya membuat saya merasa dikekang. Saya tidak diberi kesempatan untuk melakukan apa yang saya mau. Itu membuat saya depresi. Kali ini. Saya mudah menangis ketika malam hari. Saya sulit tidur karena banyak sekali kecemasan dalam pikiran saya. Dan yang membuat saya sakit hati adalah orang tua saya tidak pernah mengerti apa yang saya rasakan. Mereka merasa kesehatan mental itu tidak penting. Mereka mengnggap hal ini biasa. Mereka berpikir saya banyak sekali tingkah. Saya tidak bisa berbuat apa-apa selain bersabar. Tolong saya. Saya harus bagaimana?

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *